Senin, 11 Juli 2011

Affluenza


oleh Mas Aar

Tentu saja ada persamaan antara influenza dan affluenza. Sama-sama membuat kesal, membuat aktivitas penderitanya jadi tak wajar dan mungkin juga dijauhi orang lain karena takut ketularan. Cuma affluenza itu khusus diderita keturunan orang-orang yang superkaya.
Ya, affluenza itu adalah timbulnya masalah moral, emosi dan kegiatan sehari-hari karena seseorang memiliki terlalu banyak kekayaan (sementara mentalnya belum siap).
Hasil penelitian terbaru yang diberitakan The Straits Times (11 Maret 2002) mengenai kekayaan keluarga-keluarga di Amerika Serikat menunjukkan bahwa keluarga kaya mulai berpikir ulang soal pewarisan harta terhadap keturunan mereka. Satu di antara lima jutawan AS menciutkan jumlah warisan mereka kepada anak-anaknya hingga ke tingkat “kelas menengah”. Contohnya, aktris Jamie Lee Curtis berkata: Saya ingin anak-anak saya punya cukup uang untuk membeli makanan di restoran, bukan membeli restorannya, lalu memecat pelayannya.
Aktris Susan Sarandon juga setuju. “Uang memang mengacaukan otak. Saya melihat banyak anak perusak di Hollywood, di sekitar kami, ketika orang tua mereka  dipenuhi dengan niat memperlihatkan rasa cintanya melalui warisan mereka”.
Menurut Charles Collier, peneliti yang jadi pengumpul dana bagi kegiatan Universitas Harvard AS, para pengusaha yang jadi jutawan atas usahanya sendiri memiliki keyakinan bahwa ada pelajaran penting yang bisa ditarik dari nasib para ahli waris “kerajaan uang”.
Contoh yang ditampilkan adalah Raphael de Rothschild. Dua tahun lalu Rothschild, 23 tahun, mulai menikmati warisan berupa salah satu perusahaan yang berlaba terbesar di dunia. Rupanya sulit baginya menerima cobaan berupa kelimpahan harta. Pemuda itu malah bergembira ria secara tak wajar. Dia tewas over dosis mengonsumsi heroin. Tubuhnya ditemukan orang tergeletak membeku di trotoar jalan di New York.
Orang tua yang bijak memang harus perhatian betul soal kematangan mental dan emosi keturunannya. Jika seorang anak matang secara emosional, mental dan sosial, maka meskipun tingkat intelektualnya hanya rata-rata, anak tersebut akan dapat mencari jalan finansialnya sendiri. Dan yang lebih penting, anak itu dapat hidup tentram dan bahagia.
Ingat saja pesan orang tua kita: Ajarkan kepada anak pahitnya bekerja keras dan bercocok tanam, dan jangan cuma berikan manisnya buah hasil kerja keras kita.

(Kamis, 2 Mei 2002, ditulis di atas kereta Tegal Arum yang sedang melaju.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar