Rabu, 03 Agustus 2011

Kera Sang Pembagi

oleh: AbuAhmad


Sepotong kue yang besar ditemukan Dilo dan Pito, dua ekor lutung kecil yang sedang bermain. Dilo dan Pito bertengkar memperebutkan kue tersebut. Sampai waktu cukup lama keduanya belum juga sepakat bagaimana cara membagi kue.
Ketika mereka sedang ramai bertengkar, lewatlah seekor kera bernama Lino. Lino ingin tahu apa yang diributkan Dilo dan Pito.
“Hei, apa yang kalian ributkan?”
Melihat ada yang datang, Dilo dan Pito merasa senang. Mereka mengharapkan Lino dapat menolong memecahkan masalah. Dilo dan Pito menceritakan masalah yang mereka hadapi, lalu menutup penuturan mereka dengan permintaan.
“Lino, maukah engkau menjadi hakim bagi kami?”
Setelah berpikir sebentar, Lino baru menjawab.
“Baiklah, aku bersedia menjadi penengah bagi kalian.”

Renungan Singkat tentang Pembagian
  1. Senangkah kamu jika ada orang yang membantu memecahkan kesulitanmu?
  2. Menurutmu, bagaimanakah sifat seorang hakim atau penengah yang baik?
  3. Dapatkah kamu menduga, bagaimana Lino akan membagi kue yang didapat Dilo dan Pito?

Lino mengambil kue yang cukup besar itu, lalu dibelah dua. Kedua bagian kue dipegang dengan tangan kanan dan kirinya. Namun, rupanya bagian  yang kiri lebih besar dibandingkan dengan bagian yang kanan. Dilo dan Pito pun melihat hal itu.
Mereka berseru, “Bagian yang kiri itu lebih besar. Seharusnya dikurangi, supaya kedua bagian sama besar.”
“Baik,” kata Lino, “bagian yang kiri aku kurangi”.
Lino menggigit dan memakan sebagian kue di tangan kirinya. Setelah kue bagian kiri dikurangi, mereka membandingkan kembali. Wah ternyata kue di tangan kanan Lino lebih besar dibandingkan dengan kue di tangan kiri
“Tolong, Lino. Kue bagian kanan  dikurangi, supaya kue bagian kanan dan kiri sama besar.”
“Baik, Bagian yang kanan aku kurangi.”
Lino menggigit dan memakan sebagian kue di tangan kanannya. Setelah kue bagian kanan dikurangi, mereka membandingkan kembali. Waduh, ternyata kue di tangan kiri Lino kini lebih besar dibandingkan kue di tangan kanannya.
Kembali Lino mengurangi kue bagian kiri. Namun, kini kue bagian kananlah yang lebih besar. Lino pun kembali mengurangi kue bagian kanan. Dan begitulah seterusnya. Jika kue bagian kanan yang lebih besar, maka bagian itulah yang dikurangi. Jika kue bagian kiri yang lebih besar, maka bagian itu pulalah yang dikurangi.
Akhirnya kue yang semula besar itu kini menjadi dua potong kue yang berukuran kecil. Dilo dan Pito termangu-mangu melihat kejadian itu. Sungguh mereka kecewa. Dua potong kue itu pun akhirnya dimakan Dilo dan Pito dengan hati menyesal. Kenapa kue yang tadinya besar, kini hanya menjadi dua potong kecil?

Renungan tentang Allah dan Kamu
  1. Tahukah kamu siapa yang menghabiskan sebagian besar kue yang didapat Dilo dan Pito?
  2. Menurutmu apakah Lino sudah bertindak sebagai hakim yang adil? Mengapa tidak?
  3. Sebagai seorang muslim kita diperintahkan bersikap adil, sebagaimana Allah dan Rasul-Nya bersikap adil. Dapatkah kamu memberikan contoh keadilan Allah dan Rasul-Nya, Muhammad saw.?
Bacaan
Al-Qur-an surat 4: 135; 5: 2,8 ; 40: 17

Nukilan Al-Qur-an
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan yang sesungguhnya, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapakmu dan kaum kerabatmu ….. “ QS An-Nisaa, 4 : 135

Doa
“Subhanallaah walhamdulillaah wa laa ilaaha illallaahu Allaahu akbar … Ya Allaah Yang Maha Pemurah, karuniakanlah kami kekuatan dari-Mu agar kami dapat berlaku adil. Amiin . . . . “

Selasa, 02 Agustus 2011

Apakah Mereka Saling Mengasihi

oleh Abu Ahmad

Anisa dan Hana adalah dua kakak-beradik yang cerdas. Suatu sore kedua anak itu duduk-duduk santai di beranda rumah mereka bersama ibu mereka, Bu Riani. Saat itu melintaslah dua orang anak kakak-beradik yang berjalan sambil bergandengan. Wajah mereka bersinar dan mulut tersenyum riang.
“Wah, Ibu, dua orang anak itu tampak rukun. Kok tidak seperti kami yang sering bertengkar, Bu,” Anisa yang baru 10 tahun, kelas 4 SD, memberi komentar.
“Iya, Bu, kok bisa sih mereka akrab begitu?” Hana, kakak Anisa, yang sudah 13 tahun, kelas 1 SLTP menimpali adiknya.
“Wah, apakah kalian lebih suka melihat mereka itu bertengkar di jalanan?” tanya Bu Riani.

Renungan Singkat tentang Kasih Sayang
  1. Apakah jawabmu atas pertanyaan Bu Riani jika kamu adalah Anisa atau Hana?
  2. Menurutmu apakah kedua orang anak yang berjalan sambil bergandengan itu saling mengasihi? Mengapa demikian?
  3. Apakah bertengkar itu perbuatan yang baik? Mengapa tidak?
  4. Lebih menyenangkan yang mana, menunjukkan kasih sayang atau bertengkar?

“Wah, tentu saja tidak, Bu,” jawab Hana.
“Tapi, apakah mereka juga suka bertengkar seperti kami, Bu?”
“Ibu tidak tahu, Hana. Mungkin saja mereka kadang bertengkar seperti engkau dan Anisa. Namun, mereka nampaknya lebih suka hidup damai dan rukun. Bukankah lebih menyenangkan hidup saling mengasihi sesama saudara?” Anisa dan Hana terdiam mendengar pertanyaan itu. Mereka tidak langsung menjawab. Soalnya mereka mau merenungkan pertanyaan  itu terlebih dahulu. Ya, Anisa dan Hana ingat bahwa mereka sangat sering bertengkar. Dan sering bertengkar tentu saja bukan tanda saling mengasihi.
Bu Riani kembali mengajukan pertanyaan.
“Anisa dan Hana, maukah kalian hidup rukun dan damai, saling mengasihi?”
Kali ini Anisa dan Hana serempak menjawab.
“Tentu saja mau, Bu!”
“Alhamdulillah ….. segala puji bagi Allah …… Semoga kita dapat menjadi ummat  Nabi Muhammad yang diridhai Allah SWT.

Renungan tentang Allah, Nabi dan Kamu
1.     Apakah Nabi Muhammad saw. Seorang yang suka bertengkar dan berbantah-bantahan? Bagaimana sifat Nabi Muhammad saw. Menurutmu?
2.    Sukakah kamu kepada teman yang sering bertengkar atau membantah?
3.    Menurutmu, siapakah yang lebih disukai Allah, anak yang suka bertengkar atau anak yang suka mengasihi sesama?

Bacaan
Al-qur’an surat 2: 195, 254 dan 48: 29.

Nukilan Al-qur’an
Muhammad ialah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama beliau bersikap tegas terhadap kekafiran, berkasih sayang sesama mereka . . . . .”
QS Al-Fath, 48: 29

Doa
“Ya Allah Yang Maha Pengasih, jadikanlah hati kami penuh kasih terhadap sesama . . . . . . Amiin . . . . . . . . .”

* * * * * *

Nasihat Seekor Burung

oleh Abu Ahmad

Seorang laki-laki  menangkap seekor burung kecil, sebangsa burung pipit. Atas kehendak Allah Yang Mahakuasa dapatlah terjadi percakapan antara burung dan laki-laki itu.
Burung itu bertanya, “Apa yang ingin engkau lakukan pada diriku?”
Laki-laki itu menjawab, “Tentu saja aku akan menyembelih dan memakan engkau”.
“Demi Allah, “ sahut burung itu, “engkau tidak akan begitu berselera  memakanku dan dagingku tentu saja tidak akan cukup mengenyangkan engkau. Janganlah engkau memakan aku. Sebagai gantinya aku akan memberitahu kepadamu tiga perkara yang lebih baik bagimu daripada memakan aku.”
Setelah berpikir sejenak, laki-laki itu menjawab.
“ Baiklah, sebutkan tiga perkara itu!”
“Perkara yang pertama akan aku sampaikan saat aku berada di tanganmu ini. Perkara yang kedua aku beritahukan jika aku engkau lepaskan  dan engkau biarkan aku hinggap di pohon. Perkara yang ketiga aku utarakan saat aku terbang lagi dan aku berada di atas bukit. Nah, setujukah engkau syaratku ini?”
Ternyata laki-laki itu menyetujui syarat sang burung.

Renungan singkat
  1. Tahukah kamu beda antara janji dan perjanjian?
  2. Pernahkah kamu membuat janji atau perjanjian?
  3. Menurutmu, apakah dalam suatu perjanjian selalu ada syarat yang disertakan?
  4. Menurutmu, apakah burung dalam kisah ini akan memenuhi syarat yang ditetapkannya sendiri? Bagaimana jika tidak?

“Nah, katakan perkara yang pertama,” kata laki-laki itu.
“Janganlah engkau sesalkan apa yang telah hilang dari tanganmu”.
Laki-laki itu lalu melepaskan sang burung. Burung itu pun terbang dan hinggap di atas pohon.
“Katakan perkara yang kedua”.
“Janganlah engkau benarkan apa yang tidak ada bahwa ia akan ada”.
Burung itu lalu terbang menuju bukit seraya berkata, “Hai orang yang sial. Jika tadi engkau sembelih aku, niscaya akan engkau dapati dalam tubuhku dua butir mutiara. Berat tiap-tiap butir mutiara itu dua puluh gram”.
Tampaklah laki-laki itu menggigit bibirnya, termenung dan terlihat menyesal. Ia kemudian berkata geram, “Cepat katakana perkara yang ketiga”.
“Engkau telah lupa akan dua perkara tadi. Bagaimana mungkin aku akan terangkan perkara yang ketiga? Bukankah aku telah sampaikan bahwa engkau jangan menyesal atas apa-apa yang tidak ada. Coba, engkau pikirkan, hai manusia. Beratku ini tidak akan sampai dua puluh gram. Oleh sebab itu, bagaimana mungkin akan ada dalam perutku dua butir mutiara yang berat masing-masingnya dua puluh gram?’
Kemudian terbanglah sang burung bijak. Tinggallah sang laki-laki yang merenungi kebodohan dan ketamakannya.

Renungan tentang Allah dan Kamu
  1. Pernahkah kamu membaca kisah orang-orang yang serakah? Tahukah kamu kisah tentang Qarun dan Tsa’labah?
  2. Bagaimana sikap Allah terhadap orang-orang yang tamak?
  3. Tahukah kamu bahwa jika kita memiliki banyak harta, maka ada bagian yang menjadi milik orang-orang miskin di sekitar kita?
  4. Bersediakah kamu berbagi dengan saudaramu dan sesamamu?

Bacaan
Al-Qur’an surat 14: 6 – 7

Nukilan al-Hadits
Apabila anak Adam (manusia) itu mempunyai dua lembah emas, niscaya ia akan mencari yang ketiga untuk tambahan yang dua lembah tadi. Dan rongga anak Adam itu tidak akan penuh selain oleh tanah. Tetapi Allah menerima taubat terhadap siapa saja yang bertaubat”.

Doa
“Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang bersyukur. Janganlah Kau jadikan kami orang-orang yang kufur nikmat. Ya Allah, segala puji hanyalah milik-Mu semata. Amiin ….”

* * * * * * *