Lelaki lawan Iblis
tulis ulang: Abu Ahmad
Sepasang suami-istri mengawali rumah-tangga dengan tentram
bahagia. Meski melarat, kepada Tuhan mereka taat. Segala yang terlarang mereka
hindari. Rupa-rupa ibadah mereka tekuni. Sang suami adalah seorang alim dan
taqwa.
Masa berkisar, hati dapat berputar. Sang istri mulai
mengeluh soal uang belanja. Ia mendesak sang suami agar segera mencari jalan
keluar. Terbayang nikmatnya hidup, jika segala serba cukup.
Pada suatu hari, lelaki yang alim itu berangkat ke kota
besar, hendak mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan ia melihat sebatang pohon
besar yang tengah dikerumuni orang. Ia mendekat. Ternyata orang-orang itu
sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti . Sebagian kaum wanita meminta jodoh dan suami mereka
dapat setia. Para pedagang meminta-minta
agar dagangan mereka laris.
"Ini syirik," fikir lelaki yang alim tadi.
"Ini harus dibasmi habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta
meminta kepada selain Allah." Maka segera ia kembali pulang . Isterinya heran,
mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran lagi ketika dilihatnya sang
suami mengambil sebilah kapak tajam. Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar.
Isterinya bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera ia bergegas menuju ke pohon itu. Sebelum sampai di tempat pohon
itu berdiri, tiba-tiba melompat sesosok tubuh tinggi besar dan hitam. Dia
adalah iblis yang menyerupakan diri seperti manusia.
"Hai, hendak ke mana kamu?" tanya si iblis.
Orang alim tersebut menjawab, "Saya hendak pergi ke
pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji
kepada Allah akan menebang roboh pohon sumber kemusyrikan itu."
"Kamu tidak ada hubungan apa-apa dengan pohon itu. Yang
penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah, kembali saja."
"Tidak bisa, kemungkaran mesti dibasmi," jawab si
alim bersikap tegas.
"Berhenti, jangan teruskan!" bentak iblis marah.
"Akan saya teruskan!"
Karena masing-masing teguh pada pendirian, akhirnya
terjadilah perkelahian antara orang alim tadi dengan iblis. Jika hanya melihat
perbedaan badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah dapat dikalahkan.
Namun ternyata iblislah yang menyerah
kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri menahan kesakitan dia
berkata, "Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak akan berani lagi
mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan
selesai menunaikan sholat Subuh, di bawah sajadah Tuan saya sediakan uang emas
empat dinar. Pulang saja sekarang, jangan teruskan niat Tuan itu dulu,"
Mendengar janji iblis dengan uang emas empat dinar itu,
lunturlah kekerasan tekad si alim tadi. Ia teringat akan isterinya yang ingin hidup
berkecukupan. Ia teringat akan rengekan istrinya setiap hari. Setiap pagi empat
dinar, dalam sebulan saja dia sudah berhasil menjadi orang kaya. Mengingat akan
desakan-desakan isterinya itu maka pulanglah dia. Patahlah niat awal hendak membasmi kemungkaran.
Demikianlah, sepanjang hari itu isterinya tidak pernah marah
lagi. Hari pertama, ketika si alim selesai sholat, dibukanya sajadah sholatnya.
Benar saja, di sana tergolek empat benda berkilat, empat dinar uang emas. Dia
meloncat riang, isterinya gembira. Begitu juga hari yang kedua. Empat dinar
emas. Ketika pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka sajadah
sholat, masih didapatinya uang itu. Tapi pada hari keempat dia mulai kecewa. Di
bawah sajadahnya tidak ada apa-apa lagi
kecuali tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah karena uang yang kemarin
sudah habis sama sekali.
Si alim dengan lesu menjawab, "Jangan khawatir, esok
barangkali kita bakal dapat delapan dinar sekaligus."
Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun
pagi-pagi. Selesai sholat dibuka
sejadahnya, ….. kosong.
"Kurang ajar. Penipu," teriak si isteri.
"Ambil kapak, tebanglah pohon itu."
"Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon
itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya," sahut si alim itu.
Maka segera ia keluar rumah. Sambil membawa kapak yang tajam
dia memacu dirinya menuju ke arah pohon- syirik itu. Di tengah jalan, iblis
yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot tajam,
"Mau ke mana kamu?" hardiknya menggelegar.
"Mau menebang pohon," jawab si alim dengan gagah
berani.
"Berhenti, jangan lanjutkan."
"Bagaimanapun juga tidak bisa, sebelum pohon itu
tumbang."
Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali
ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si
alim tadi bertanya heran, "Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan
saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?"
Iblis itu dengan angkuh menjawab, "Tentu saja kamu
dahulu dapat menang, karena waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi
Allah. Andaikata kukumpulkan seluruh bala-tentaraku menyerangmu sekalipun, aku
takkan mampu mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah hanya karena tidak
ada uang di bawah sajadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh kemampuanmu,
tidak mungkin kamu sukses menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan
nanti batang lehermu."
Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu-mangu.
Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah tidak ikhlas karena Allah lagi.
Dengan terhuyung-huyung ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat semula untuk
menebang pohon itu. Ia sadar bahwa perjuangannya yang sekarang adalah tanpa
keikhlasan karena Allah, dan ia sadar perjuangan yang semacam itu tidak akan
menghasilkan apa-apa selain dari kesia-siaan yang berkelanjutan . Sebab
tujuannya adalah karena harta benda, mengatasi keutamaan Allah dan agama.
Bukankah berarti ia menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu
semata-mata ?
"Barangsiapa di antaramu melihat sesuatu kemungkaran,
hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya (kekuasaan), bila tidak
mungkin hendaklah berusaha memperbaikinya dengan lidahnya (nasihat), bila tidak
mungkin pula, hendaklah mengingkari dengan hatinya (tinggalkan). Itulah
selemah-lemah iman."
Hadits Riwayat Muslim